GuidePedia

0

LOMBOK — Anggota Komisi VIII sekaligus Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengkritik dan menolak usulan kenaikan biaya haji yang diajukan oleh Menteri Agama pada saat Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kemenag, Kamis (19/1/2023).

HNW sapaan akrabnya menilai, landasan Kemenag dalam menentukan angka kenaikan biaya haji lemah dan membuat resah calon jemaah.

“Memang ibadah haji hanya diwajibkan bagi yang mampu, dan memang ada ketentuan pembiayaan penyelenggaraan haji yang menyebabkan biaya haji ditanggung setiap jemaah perlu disesuaikan. Namun penyesuaian tersebut harus berlandaskan perencanaan yang matang, asumsi-asumsi yang riil, dan maksimalisasi lobi dan koordinasi Kemenag dengan pihak Saudi juga dengan BPKH (badan pengelola keuangan haji) dan Komisi VIII DPR-RI, sehingga pembiayaan haji tetap terjangkau bagi calon jemaah haji. Itulah juga sebagian aspirasi dari calon jemaah haji yang menolak keberatan dengan kenaikan biaya haji yang diusulkan Menag,” ujar Hidayat dalam keterangannya di Lombok, Sabtu (21/1/2023).

Maksimalisasi usaha untuk mendapatkan harga proporsional terkait penyelenggaraan haji, ternyata juga bisa sukses dilakukan, seperti biaya masya'ir yang tahun lalu dinaikkan oleh pihak Saudi menjadi konversi Rp22 juta, tahun ini bisa turun ke angka normal Rp5,5 juta.

“Ini contoh keberhasilan lobi Kemenag untuk mengurangi pembiayaan berhaji, yang seharusnya terus dilakukan untuk memberatkan komponen-komponen lainnya,” sebutnya.

Ditambah lagi, kata Hidayat, ada informasi dari pihak Saudi bahwa biaya penyelenggaraan haji tahun 2023/1444 H turun 30% dibanding tahun lalu.

“Bila demikian, tentu Kemenag akan lebih mampu hadirkan wisata biaya haji yang tidak membuat resah masyarakat, dan tetap memungkinkan jemaah berkemampuan laksanakan rukun Islam ke-5, naik haji,” lanjutnya.

Pada paparannya di DPR, Menteri Agama RI menyampaikan biaya pelaksanaan haji tahun 2023 sebesar Rp98,3 juta. Dari angka tersebut, Rp69,1 juta akan ditanggung oleh jemaah haji.

Hidayat yang merupakan Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini menyatakan, angka yang disampaikan Menag tidak berlandaskan perencanaan yang sesuai dengan perkembangan dan peluang yang ada, sehingga perlu dikritisi dan dikoreksi.

Misalnya soal komponen nilai manfaat yang akan diterima jemaah, Menag menyebutkan angkanya hanya Rp5,9 Triliun. Padahal RKAT Keuangan Haji 2023 yang disampaikan Desember 2022 menetapkan Rp8,1 triliun, dan update Januari 2023 masih di level Rp7,1 triliun.

“Kemenag menurunkan alokasi nilai manfaat tanpa landasan yang jelas, sehingga seolah-olah biaya haji yang ditanggung oleh jemaah harus meningkat sangat signifikan, bahkan dalam musyawarah Menag naik hampir dua kali lipat dari yang sebelumnya. Ini tentu patut dikoreksi,” sambungnya.

Hidayat menerangkan, sebagian besar jemaah haji sudah menyetorkan ke bank yang ditunjuk Kemenag, uang pendaftaran sebesar Rp25 juta, lebih dari 20 tahun. Dan mereka berada pada posisi tunggu di atas 20 tahunan juga. Jika per tahun nilai manfaat rata-ratanya hanya di angka 6% saja, maka hak mereka setelah 20 tahun menyetor ke bank adalah sekitar Rp80,1 juta. Padahal sebagian besar daftar tunggu calon jemaah haji sudah lebih dari 20 tahun, maka wajarnya hak manfaat yang bisa mereka dapat dari dana haji bisa lebih tinggi lagi.

Apabila sebagian nilai manfaat tersebut diklaim sudah tersalurkan kepada calon jemaah dalam bentuk rekening virtual, misalkan sebesar Rp5 juta, maka hak mereka berkurang menjadi Rp75 juta dan hanya perlu melakukan pelunasan sekitar Rp23 juta per orang, yang artinya mereka tidak perlu dibebani dengan istilah 'subsidi' dari pemerintah, karena semuanya bersumber dari uang setoran calon jemaah haji sendiri yang diamanahkan dikelola oleh BPKH. Sehingga hendaknya BPKH juga terdorong untuk lebih berhasil dalam mengelola amanat keuangan haji, sehingga dapat memberikan nilai manfaat yang lebih besar bagi calon haji.

“Agar kalaupun pada akhirnya tetap terjadi kenaikan biaya pelunasan, namun angka yang ditetapkan harus tetap rasional, tidak melonjak tajam, serta berlandaskan hak riil jemaah yang telah menitipkan uang mereka untuk dikelola oleh BPKH, puluhan tahun lamanya,” sambungnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai, biaya haji yang ditaksir Rp98 juta per jemaah juga masih berpotensi dikoreksi. Misalnya biaya penerbangan yang disebut Menag adalah Rp33,9 juta, itu sangat tidak realistis. Hasil pencarian harga tiket PP Jakarta-Jeddah untuk musim haji 2023 (Juni-Juli) berada di kisaran Rp17-20 Juta, itu harga pribadi, apalagi pemerintah menerbangkan 221 ribu jemaah, sehingga layak mendapatkan harga yang lebih murah.

“Di saat yang sama ada tren penurunan harga minyak global yang terus terjadi. Misalnya harga avtur yang dirilis Pertamina untuk bandara Soekarno-Hatta, selama empat bulan terakhir telah turun dari 95,6 sen/liter di bulan September 2022 menjadi 88,2 sen/liter di akhir Januari 2023. Ini juga berpotensi mengurangi komponen harga penerbangan,” HNW mengungkapkan.

Selain itu, HNW menambahkan, pejabat Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi (15/1/2023) menyampaikan bahwa secara umum harga penginapan haji tahun ini 30% lebih murah dari tahun lalu.

“Hal ini dikarenakan kuota haji sudah kembali ke level sebelum pandemi sehingga skala ekonominya semakin baik,” ujar HNW.

HNW juga menjelaskan ada beberapa strategi yang layak dikerjakan lagi untuk menekan biaya haji, baik strategi konvensional seperti melakukan kontrak akomodasi-transportasi secepat mungkin agar bisa mendapatkan harga yang lebih rendah, maupun strategi inovatif seperti memangkas masa tinggal jamaah haji Indonesia di Saudi dari 40 hari menjadi 4 minggu (28 hari).

Dalam konteks variasi itu, HNW juga menyarankan agar lapangan terbang di Saudi yang menerima maskapai haji bisa diperbanyak selain Jeddah dan Madinah, agar disebar ke beberapa titik/kota lain di Saudi seperti Thaif, Qasim dan lainnya, bila bandara Jeddah dan Madinah tidak lagi bisa diperbesar kapasitasnya untuk melayani jemaah haji.

“Sehingga jemaah haji sebelum melaksanakan ibadah haji, bisa segera pulang dan tidak harus berlama-lama di Saudi dan menambah pembiayaan, hanya karena alasan padatnya penerbangan di bandara Jeddah maupun Madinah,” terang HNW.

“Dengan berbagai rasionalisasi, terobosan, dan maksimalisasi upaya itu, maka saya percaya, penyesuaian biaya haji akan lebih berkeadilan, bisa dimengerti dan tidak terlalu memberatkan jemaah. Di saat yang sama Kemenag juga perlu terus mampu melakukan lobi dan negosiasi terkait penyelenggaraan maupun pembiayaan haji, baik dengan Kerajaan Saudi maupun dengan kontraktor penginapan, konsumsi, dan transportasi, sehingga biaya haji bisa tetap terjangkau, dan tidak membuat resah calon jemaah seperti yang diusulkan Kemenag itu, sekaligus tidak melukai neraca keuangan haji, bahkan mampu menghadirkan solusi agar jemaah tetap bisa berangkat haji menjadi hajinya mabrur dengan doa-doa mereka yang maqbul untuk Indonesia,” pungkasnya.

Posting Komentar

 
Top