GuidePedia

0
Oleh: Sabda Marbun

PKS Kepri - Seiring bertambahnya usia banyak yang kita rasa tidak lagi penting. Ketika usia SD mungkin bagi kita berseragam SMA itu keren sekali. Namun ketika SMA semuanya terasa biasa saja, begitulah seterusnya. Dalam perjalanan waktu seringkali kita berganti-ganti cita-cita. Masih ingat ketika TK dan SD orientasi cita-cita kita sangat keren ada yang mau jadi Polwan, ada yang mau jadi Tentara, Polisi, Dokter sampai ada yang bercita-cita jadi presiden. Senyum simpul kita pasti semakin lebar ketika mengingat masa-masa itu. Itulah indahnya proses. Banyak hal yang mempengaruhi cita-cita kita mulai dari kondisi keluarga yang mendukung atau tidak, lingkungan yang positif atau tidak, kondisi fisik dan sampai pada kondisi talenta yang kita miliki. Semuanya berpengaruh dalam membentuk tujuan-tujuan hidup kita di masa depan.

Pernah saya membaca status seorang sahabat di jejaring sosial, saat itu saya tahu dia sedang mengikuti Training kepemimpinan sebuah organisasi tingkat daerah yang seleksinya cukup ketat. Lebih kurang statusnya seperti ini “Mengingat hari ini, Ana ingat masa depan” kalau saya tafsirkan statusnya menggambarkan kondisi dia pasca mengikuti training telah membangun cara pandangnya tentang bagaimana nanti dia di masa depan. Tidak banyak yang berkomentar karena memang sifatnya pribadi dan laten untuk dikomentari. Lebih kurang kondisi sahabat ini pernah ada dalam sebuah nasihat majalah tarbawi yang sangat menyentuh isinya “Kita, selama masih hidup, selama itu pula akan menemukan kebaruan-kebaruan, melihat perubahan-perubahan yang mendorong dan menyemangati kita untuk melakukan hal-hal yang baru di luar yang sedang atau pernah kita jalani”. Kebaruan-kebaruan yang hadir dalam pembentukan pribadi dan pola pikir kita telah membentuk suatu bangunan yang baru tentang bagaimana kita di masa depan. Seiring bertambahnya usia selalu ada kebijakan sekitar yang di dalamnya membantu kebijaksanaan kita memilih seperti apa pribadi dan harapan orang di sekitar tentang kita. Masih dari status seorang sahabat yang baru pulang mengikuti training kepemimpinan dia menuliskan “Membuang sampah pikiran” yang tafsirannya juga lebih kurang sama perlahan tapi pasti banyak yang kita rasa tidak lagi penting.

Dalam perjalanan hidup pernah kita berfikir kenapa aku jadi di sini dan seperti ini. Atau dalam lingkup kecilnya jurusan dan tempat kuliah yang kita pilih kenapa ini dan di sini. Ada seorang sahabat yang dia sangat ingin kuliah di nagari minang dengan jurusan yang sangat ekstrem untuk ukuran seorang perempuan yaitu jurusan olahraga. Itu adalah tujuannya ketika tamat Sekolah menengah atas. Orang tua dengan segala fasilitas mendukung, namun Allah pilihkan jurusan dan tempat yang lebih baik untuknya tidak di nagari minang tapi di tanah Batak dengan jurusan yang awalnya aneh didengarnya, tapi lambat laun itulah yang pas untuknya. Pilihan Allah ini bisa kita katakan adalah rencana Allah atas dirinya. Keinginan pindah, tidak terima dengan kondisi itu pernah hadir. Tapi itu ditepis dengan sebuah keyakinan ini rencana Allah maka sesuaikan lagi dengan rencanamu. Dalam sebuah nasihat majalah tarbawi mengatakan “pengetahuan baru tak hanya melengkapi atau menyempurnakan pengetahuan sebelumnya, tapi bahkan seringkali merevisi total”. Harapan dan cita-cita sebelumnya terasa perlu direvisi total seiring perjalanan waktu dan bertambahnya pemahaman. Maka apa yang ada hari ini adalah rencana Allah untuk kita. Tentang yang dahulu pernah kita rasa penting namun hari ini tidak lagi penting, itu adalah mozaik-mozaik yang telah terevisi tanpa kita sadari. Sebuah nasihat maksimalkan yang ada dan rencana Allah selaraskan dengan rencanamu. Semoga bermanfaat.[dakwatuna]

Posting Komentar

 
Top