GuidePedia

0
PKS Kepri -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepri mendukung dan meminta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menindaklanjuti‎ dan melaporkan dugaan mark-up biaya penggantian investasi atau cost recovery migas yang dilakukan oleh 7 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas.

"Temuan BPK ini sangat memengaruhi berkurangnya Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dari sumber energi di Kepri. Dan ternyata, sesuai dengan temuan BPK, Cost Recoveri ini dibebankan kepada negara di sektor hulu minyak dan gas bumi (Migas) dilakukan secara sengaja dan berulang oleh tujuh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)," ungkap Anggota DPRD Kepri, Ing Iskandarsyah.

Iskandar mengatakan, apa yang selama ini menjadi prediksi DPRD Kepri mendekati kebenaran. Ternyata, dalam laporan BPK RI ini ditemukan adanya mark up cost recoveri yang mencapai dana Rp4 Triliun dari kontraktor KKKS migas.

"Pemerintah Provinsi Kepri, dan DPRD akan terus memperjuangkan dan mempertanyakan minimnya dana DBH yang hanya mencapai Rp11,9 Miliar yang diperoleh Provinsi Kepri ini. Apalagi, hingga saat ini APBD Privinsi Kepri masih defisit," lanjutnya.

Politisi Partai PKS ini, juga mengharapkan adanya transparansi dari pemerintah pusat, khusunya Kementeriaan Keuangan dan Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, hingga alokasi dana DBH Kepri akan dapat menopang Defisit APBD Kepri saat ini diberikan lebih banyak lagi.

Diberitakan sebelumnya, ‎Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi mengungkapkan, praktik penggelembungan (mark-up) besaran cost recovery atau biaya penggantian investasi yang dibebankan kepada negara di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) dilakukan secara sengaja dan berulang oleh tujuh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Hal ini ditandai dengan trend meningkatnya temuan atas penggelembungan cost recovery oleh tujuh KKKS di enam wilayah kerja migas yang terjadi sejak beberapa tahun lalu.

Tujuh wilayah kerja yang dimaksud meliputi:

1. Blok South Natuna Sea “B” yang dikelola oleh Conoco Phillips Indonesia Inc. Ltd.
2. Blok Corridor yang digarap ConocoPhillips (Grissik) Ltd.
3. Blok Rokan yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia.
4. Blok Eks Pertamina yang dioperatori PT Pertamina EP.
5. Blok South East Sumatra yang digarap CNOOC SES LTD.
6. Blok Mahakam yang dikelola Total E &P Indonesie dan INPEX Corporation.
7. Blok Natuna Sea A kelolaan Premier Oil Natuna Sea B.V.

"Pertama, kami sudah menyampaikan hal ini kepada Kementerian ESDM dan SKK Migas agar menertibkan KKKS. Karena KKKS ini selalu berusaha menggunakan, mencoba-coba reimburse ke negara, barangkali saja tidak ketahuan BPK. Ternyata tiap tahun ketemu, ini temuan berulang, dan polanya sama," ujar Achsanul saat ditemui di komplek Istana Negara Jakarta, Kamis (14/4/2016).

Seperti diketahui, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2015 BPK menemukan adanya dugaan mark-up sekitar Rp4 triliun dari pelaporan cost recovery yang disodorkan tujuh KKKS.

Berangkat dari hal tersebut, Achsanul mengancam akan membawa praktik mark-up cost recovery ke jalur hukum. Ancaman sendiri dimaksudkan agar praktik semacam ini tak berulang.

"Saya sudah sampaikan ke KKKS, kalau ini terus-terusan seperti ini, diniatkan, berarti ada kesengajaan. Kategorinya sudah pidana. Kalau terulang lagi dan ada indikasi kesengajaan dari temuan ini, kami akan laporkan ke KPK dan aparat penegak hukum lainnya," tegas Achsanul. (batamtoday.com)

Posting Komentar

 
Top