PKS, Ghirah Umat dan Realitas Politik yang belum Ideal

<div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgQcVcIrcQ6TUumqqaLaw-gxjq7ETwZtA7lhIgMJmvY_gLYt3lyz93q7UQJOg-UxzhxRSeUJQ8ABWIZQqlvqjh3C6AAhhQ5yqDmnx6LRSdiO4UXVK0zcwYylOK9TDyoTiZeTdm5--PeQrqwkYg0vzhswjfGeqn8PmEC6eF5aBM-kBk3DTT_LTWRbQI-HbM" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgQcVcIrcQ6TUumqqaLaw-gxjq7ETwZtA7lhIgMJmvY_gLYt3lyz93q7UQJOg-UxzhxRSeUJQ8ABWIZQqlvqjh3C6AAhhQ5yqDmnx6LRSdiO4UXVK0zcwYylOK9TDyoTiZeTdm5--PeQrqwkYg0vzhswjfGeqn8PmEC6eF5aBM-kBk3DTT_LTWRbQI-HbM" width="400" /> </a> </div><br /></div><div><span>Oleh: Erwyn Kurniawan</span></div><div><br /></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Berderet pesan masuk ke gadget saya. Isinya mempertanyakan keputusan PKS di Pilkada Sumatera Utara yang mengusung Bobby Nasution sebagai calon gubernur (cagub). </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">PKS menjadi sasaran kemarahan. Bully-an datang bagai gelombang pasang. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">PKS dianggap tidak konsisten dan mengkhianati konstituennya. Padahal dalam Pilpres 2024 lalu, PKS berada dalam barisan yang berhadapan dengan pasangan yang didukung penguasa. Lalu mengapa saat pilkada mengusung keluarga penguasa tersebut? </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Salahkah kekecewan ini? Tidak. Ini karena mereka cinta kepada PKS. Mereka memiliki harapan besar terhadap PKS. Keberadaan PKS dinilai mampu menghadirkan perubahan. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Asa itu tak lepas dari konsistensi PKS selama 10 tahun menjadi oposisi. Saat partai lain berlomba-lomba masuk ke dalam istana, PKS justru tak tergoda. Selama dua periode pemerintahan Jokowi, PKS jadi penyeimbang. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Di DPR, anggota Fraksi PKS bersuara lantang menyuarakan keberpihakan kepada rakyat. Mulai dari penolakan terhadap kenaikan harga BBM Bersubsidi, tak setuju dengan Omnibus Law hingga RUU Ibu Kota Nusantara (IKN). </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pada Pilpres lalu, PKS mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Sosok tersebut dianggap simbol perubahan dan anti-tesisnya Jokowi. Gelombang harapan kepada PKS pun kian membesar. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ghirah perubahan yang dimiliki umat sudah pada trek yang benar. Mereka  tak patut disalahkan jika "marah" saat mendengar PKS mengusung Bobby Nasution. Hanya saja, ghirah yang meledak-ledak ini mesti diarahkan, karena harus kompromi dengan realitas politik yang belum ideal. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><b>Realitas Politik</b></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Medan politik di tanah air masih jauh dari ideal bagi partai Islam. Dari pemilu ke pemilu, suara partai Islam paling tinggi hanya kisaran 10-12%. Bahkan jika digabung masih kalah jauh dari partai nasionalis.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Realitas politik semacam ini pada akhirnya membuat partai Islam tak leluasa bergerak saat Pilkada atau merespons isu-isu keumatan.  Contoh, untuk mengusung calon pemimpin daerah di Pilkada harus memenuhi persyaratan jumlah kursi. Dan partai Islam, termasuk PKS sudah pasti tak mampu memenuhinya. Koalisi pun menjadi pilihan rasional di lapangan. Itulah yang terjadi di hajatan Pilkada serentak 2024.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">PKS tak memiliki kursi yang berlimpah. Partai ini tidak mempunyai kemewahan untuk bisa mengusung sendiri calon kepala daerah, kecuali di satu dua tempat. Belum lagi dihadapkan dengan dinamika politik yang ada di daerah tersebut. Pilihan PKS tentu saja semakin sulit dan menyempit. Situasi di lapangan akhirnya "memaksa" PKS berkompromi. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jadi, ketika pilihan mengusung Bobby Nasution dilakukan oleh PKS, ini bukan soal pengkhianatan kepada perjuangan umat atau mereka yang menginginkan perubahan. Atau dianggap sebagai inkonsistensi, melainkan kompromi terhadap realitas politik di lapangan yang masih belum ideal. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ingat, PKS adalah entitas politik yang berjuang di jalur konstitusional. Pada titik ini, PKS harus tunduk dan patuh pada ketentuan yang berlaku. Ketika disyaratkan berkoalisi dengan partai lain agar dapat mengusung calon kepala daerah, maka itu harus ditempuh. Selama 10 tahun jadi oposisi, kursi di DPR hanya bertambah 3. Di level provinsi dan kota/kabupaten, banyak pula kursi PKS yang berkurang.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><b>Mempertemukan Ghirah Umat dengan Realitas Politik</b></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pertanyaannya, bisakah ghirah umat dan realitas politik ini dipertemukan? Sangat bisa. Ingatkah kita dengan *** Mart yang menjamur pada tahun 2017-2018? Bukankah minimart umat ini juga masih belum ideal? Indikasi mudahnya bisa dilihat dari produk-produk yang ditawarkan. Masih mendominasi barang-barang dari perusahan besar yang jika diusut, ujung-ujungnya adalah punya Oligarki. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Padahal, Oligarki kita jadikan Common Enemy atau musuh bersama. Tapi kita bisa kompromi dengan fakta tersebut. Tak ada ribut-ribut. Tiada penolakan. Hal serupa seharusnya bisa kita terapkan dalam lapangan politik yang memiliki tingkat kerumitan luar biasa. Di tengah kondisi umat yang masih sering berkerumun dibandingkan berhimpun--meminjam istilah Eep Saefullah Fatah, kondisi ideal yang kita harapkan hadir masih sulit terwujud. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Kalau ingin segera tercipta, pastikan pilihan kita pada PKS saat pemilu mendatang. Lalu ajak sanak saudara, tetangga kiri kanan dan teman-teman kita untuk memilih PKS. Sehingga suaranya melonjak drastis atau menang pemilu. Secara demikian, ada ruang yang lebih luas bagi PKS untuk menghasilkan keputusan politik yang diharapkan. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ghirah umat yang meledak-ledak dengan harapan lahirnya perubahan tak dapat ditahan atau disumbat. Sementara itu, realitas politik yang masih belum ideal, tidak dapat dielakkan. Keduanya harus dipertemukan di titik tengah. Bukan saling menihilkan atau menjauh. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Teruslah mengawal PKS. Sebab ini sebagai bukti kepedulian kepada PKS. Dan gadget saya siap menerima pesan apapun, terkait saran dan nasehatnya untuk kebaikan PKS ke depan. </span></div>

PKS, Ghirah Umat dan Realitas Politik yang belum Ideal

Oleh: Erwyn Kurniawan Berderet pesan masuk ke gadget saya. Isinya mempertanyakan keputusan PKS di Pilkada Sumatera Utara yang me...

Baca selengkapnya »