GuidePedia

0
PKS Kepri - Di kalangan aktivis akhwat, siapa tak kenal sosok Herlini Amran? Ustadzah muda ini kerap mengisi berbagai taklim dan pengajian, pengasuh rubik Fiqih Wanita majalah wanita Islami, dan kadangkala muncul di layar televisi sebagai salah seorang narasumber masalah keluarga.

Lulus dari FSUI Jurusan Sastra Arab, 1990, Herlini beserta suami terbang ke Pakistan. Kala itu ia mendapat beasiswa dari Rabithah ‘Alam Al-Islami dan mengambil program master bidang tafsir hadits. Lima tahun kemudian ia berhasil menyelesaikan studinya di Salafiyah University, Islamabad, Pakistan. Sementara sang suami, Makmur Erawan (45), lulusan arsitektur Universitas Pancasila, ikut belajar di Akademi Dakwah sekaligus sebagai pembimbing haji di sana.

Apa komentar Ibu dari 5 anak ini seputar masalah keluarga dan KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) yang kini telah jadi rumusannya dalam sebuah UU. ”Sejak saya mengasuh rubik Fiqih Wanita tahun 1997 hingga sekarang, permasalahan yang mendominasi perempuan adalah seputar masalah rumah-tangga, muamalah keseharian, dan perjodohan. Sementara yang paling sedikit adalah masalah penyimpangan seksual.

Masalah keluarga, katanya, merupakan masalah yang paling dominan. Hal ini, lanjutnya, menunjukkan bagaimana banyaknya pasangan keluarga Muslim yang belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik. “Banyak pasangan yang tidak memahami fiqud-nikah sehingga ketika ada masalah, banyak yang hanya menuruti pemikiran atau perasaannya saja tanpa kembali pada nilai-nilai Islam,” tutur perempuan kelahiran Riau ini.

Menurut dia, salah satu hal mendasar atas problematikan itu adalah pola asuh di keluarga sejak kecil, pendidikan agama,  serta lingkungan sekitar. Menyoroti masalah pendidikan agama di sekolah, Herlini menyarankan pentingnya pembenahan kurikulum. “Bagaimana anak akan paham agama dengan baik bila hanya diberi waktu 2 jam seminggu?,” gundah dia.

Di sekolah juga tidak ada pembahasan tentang masalah fiqud-nikah. Secara umum murid-murid hanya tahu tentang definisi atau syarat-syarat menikah. “Jadi, tak heran masalah keluarga atau rumah-tangga menduduki rating tertinggi di masyarakat,” katanya.

Mengutip perkataan Imam Gazali, bahwa ilmu yang terkait dengan ibadah (ritual),itu termasuk fardhu ain. Permasalahan akan muncul bila kita tidak memahaminya secara menyeluruh dan juga detil.Tak hanya itu saja, juga mau memahami dan mengamalkannya. “Paham tapi tidak mau  mengamalkan,ya juga percuma,” tegas Herlini.

Menanggapi KDRT yang telah diundang-undangkan, kata Herlini hukum itu efektif kalau ada kesadaran dari individunya. Tanpa itu hukum sulit ditegakkan. Misalnya, isteri melapor karena sering dipukuli sang suami, sementara sang suami tidak mau mengakuinya. Yang paling penting itu perbaiki dulu individu-individunya.
Lagipula, terangnya, masalah keluarga itu baiknya dimusyawarahkan dulu antarkeluarga dengan dicarikan solusinya. Jika memang sudah tidak bisa ditolerir lagi dan melewati batas, UU mungkin bisa membantu mencarikan solusinya. “Tapi saya tidak setuju kalau suami memaksa isteri berhubungan disebut memperkosa,” ujar Herlini senyum.

“Di Singapura itu, pasangan-pasangan yang akan menikah ada semacam ‘parenthing’ (pelatihan), bila mereka telah lulus dan mendapatkan sertifikat itu, baru boleh menikah,” kata perempuan yang sudah dikaruniai 5 anak ini.

Herlini bercerita, ketika Napoleon Bonaparte ditanya tentang apa rahasia kokohnya Perancis, ia menjawab, adanya ibu-ibu yang baik yang mampu mengarahkan anak-anaknya. Sementara, Maryam Jamilah, salah seorang penulis Muslim produktif keturunan Yahudi lahir dan besar di Amerika mengatakan, nilai-nilai agama yang ditanamkan sejak kecil akan menjadi benteng pertahanan terhadap pengaruh-pengaruh luar. Bahkan,jika sempat menyimpang, pada akhirnya ia akan kembali pada nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil.

Namun, semakin anak besar,biasanya pengaruh lingkungan luar itu bisa mencapai 70% sementara pengaruh keluarga hanya 30%. “Di sini orang tua juga perlu menyadari bahwa pola asuh anak harus kita sesuaikan dengan tingkat usianya. Anak semakin berkembang dan tentunya ilmu mendidik anak kita seharusnya juga berkembang sesuai dengan tingkat usianya,” demikian pendapat Herlini.

Tak hanya itu, lanjutnya, komunikasi juga memegang peran yang cukup penting, terutama kualitasnya. Bagi anak-anak yang bersekolah di SDIT, penting adanya jalinan komunikasi yang baik dan terpadu antara orangtua, anak dan guru, mengingat sebagian besar waktu anak berada di sekolah.Tanpa itu, bisa jadi orangtua akan kehilangan komunikasinya yang baik dengan anak ataupun guru.

Permasalahan keluarga memang unik dan krusial. Tak hanya keluarga inti, ayah, ibu dan anak. Kadang juga melibatkan keluarga besar atau yang lainnya seperti mertua, paman, bibi atau kakak, dan adik.Permasalahan-permasalahan yang ada di masayarakat berawal dari permasalahan yang ada di keluarga.

Bila keluarga-keluarga itu baik, maka baiklah masyarakat. Keluarga yang baik berawal dari individu-individu yang baik, bermoral dan memiliki budi-pekerti yang juga baik. “Tanpa itu, rasanya sulit tercipta masyarakat yang bermoral, religius dan damai,” simpul Herlini yang hobi membaca ini.

Demikian pandangan-pandangan Herlini Amran yang kini aktif sebagai dosen di PGTK NF dan Bina Insan Kamil, dosen di Istec. Di kepartaian, ia menjadi staf pembinan keluarga bidang kewanitaan DPP PKS. Kini, Herlini Tinggal di daerah Kranggan, Bekasi, beserta suami dan  lima anaknya, 3 putera dan 2 puteri; Munadhil, kelas 3 SMU, Nabila kelas 2 SMU, Husham kelas 2 SMP, Syaqir kelas 4 SD dan Tasnim kelas 1 SD.  [rki]

Posting Komentar

 
Top